BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peserta
Didik
Ada
banyak istilah untuk menyebut peserta didik, di antaranya murid, siswa, santri,
anak didik, mahasiswa dan lain-lain. Dalam istilah tasawuf peserta didik
disebut dengan “murid” atau “thalib”. Secara etimologi murid berarti orang yang
menghendaki. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat
di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan istilah thalib
secara bahasa adalah orang yang mencari. Sedang menurut istilah tasawuf adalah
penempuh jalan spiritual, di mana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk
mencapai derajat sufi.
Adapula
penyebutan peserta didik dengan sebutan anak didik. Dalam persepektif filsafat
pendidikan Islam, hakikat anak didik terdiri dari beberapa macam:
1.
Anak didik adalah darah daging
sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya
menjadi anak didiknya di dalam keluarga.
2.
Anak didik adalah semua anak yang
berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga formal maupun nonformal.
3.
Anak didik secara khusus adalah
orang-orang yang belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima
bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan
dengan proses kependidikan.
Peserta
didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan
perkembangan baik secara fisik maupun psikis.
Menurut
pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya
melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Dalam
paradigma Pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di
sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun
rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun
perimbangan pada bagian-bagian lainnya.
Adapula
yang mendefinisikan peserta didik adalah orang yang menuntut ilmu di lembaga
pendidikan, bisa disebut sebagai murid, santri atau mahasiswa. Sedangkan dalam
pendidikan Islam peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan
berkembang baik secara fisik, psikologis, sosial dan religius dalam mengarungi
kehidupan di dunia dan akhirat. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta
didik merupakan individu yang belum dewasa yang karenanya memerlukan orang lain
untuk menjadikan dirinya dewasa. anak kandung adalah peserta didik dalam
keluarga, murid adalah pesrta didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah
peserta didik masyarakat sekitarnya dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan
dalam suatu agama.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa peserta didik dalam pendidikan Islam tidak sebatas pada
para anak didik, tetapi semua manusia adalah peserta didik, bahkan
pendidikpun dapat disebut peserta didik
karena tidak ada manusia yang ilmunya mengungguli ilmu-ilmu Allah. Semua
manusia harus terus belajar dan saling mengajar maka pantasnya semua manusia
mengakui dirinya fakir dalam ilmu.
B. Hakikat Peserta
Didik
1.
Peserta didik bukanlah miniatur
orang dewasa akan tetapi memiliki dunianya sendiri.
2.
Peserta didik adalah manusia yang
memiliki deferensiasi periodesasi
perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar
aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembaangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik.
3.
Peserta didik adalah manusia yang
memiliki kebutuhan baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang
harus dipenuhi.
4.
Peserta didik adalah makhluk Allah
yang memiliki perbedaan individual (differensiasi individual), baik yang
disebabkan oleh faktor pembawaan maupun di mana dia berada.
5.
Peserta didik merupakan resultan
dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6.
Peserta didik adalah manusia yang
memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara
dinamis.
C. Sifat-Sifat yang
Harus Dipenuhi Peserta Didik
Al-Ghazali, yang telah dikutip oleh
Abidin Ibnu Rush mengemukakan beberapa hal yang harus dipenuhi peserta didik
dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
1.
Belajar merupakan proses jiwa
Seorang
siswa akan berhasil dalam belajarnya apabila ia mampu memahami bahwa belajar
pada hakikatnya adalah proses jiwa, bukan proses fisik. Dari sinilah Al-Ghazali
menyarankan agar murid (peserta didik) sebagai langkah pertama dalam belajarnya
mensucikan jiwa dari peilaku buruk,
sifat-sifat tercela dan budi pekerti yang rendah.
2.
Belajar menuntuk konsentrasi
Murid
memusatkan perhatiannya atau konsentrasi terhadap ilmu yang sedang dikaji dan
dipelajarinya, ia harus mengurangi ketergantungannya kepada masalah keduniaan.
3.
Belajar harus didasari sikap
tawadhu’
Murid
harus mempunyai sikap tawadhu’ dan merendahkan diri terhadap ilmu dan guru,
sebagai perantara diterimanya ilmu itu.
4.
Murid tidak melibatkan diri dalam
perdebatan atau diskusi tentang segala ilmu sebelum terlebih dahulu mengkaji
dan memperkokoh pandangan dasar ilmu-ilmu itu.
5.
Murid hendaknya mampu memprekdisikan
kehidupan yang akan datang berdasarkan kejadian sekarang dan silam.
6.
Belajar bertahap
Belajar
haruslah secara tertib. Artinya, mendahulukan ilmu-ilmu yang berhak didahulukan
dan mengemudiankan ilmu-ilmu yang memang harus dikemudiankan
7.
Tujuan belajar untuk berakhlakul
karimah
Murid
dalam belajar bertujuan menjadi ilmuwan yang sanggup menyebarluaskan ilmunya demi
nilai-nilai kemanusiaan.
D. Kebutuhan Peserta Didik
Banyak kebutuhan peserta didik yang
harus dipenuhi oleh pendidik, di antaranya:
1.
Kebutuhan fisik. Fisik peserta didik
mengalami pertumbuhan yang cepat terutama pada masa pubertas. Kebutuhan
biologis, yaitu berupa makan, minum dan istirahat di mana hal ini menuntut
peserta didik untuk memenuhinya.
2.
Kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial
yaitu kebutuhan yang berhubungan langsung dengan masyarakat agar peserta didik
dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, seperti diterima oleh
teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat diterima oleh orang yang
lebih tinggi dari dia seperti rang tuanya, guru-gurunya dan
pemimpin-pemimpinnya.
3.
Kebutuhan untuk mendapatkan status. Peserta
didik terutama pada masa remaja membutuhkan sesuatu yang menjadikan dirinya
berguna bagi masyarakat. Kebanggaan terhadap diri sendiri, baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah maupun di dalam masyarakat. Peserta didik juga butuh kebanggaan untuk diterima dan
dikenal sebagai individu yang berarti dalam kelmpok teman sebayanya, karena
penerimaan dan dibanggakan kelompok sangat penting bagi peserta didik dalam
mencari identitas diri dan kemandirian.
4.
Kebutuhan mandiri. Peserta didik
pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan orang tuanya dan
mencoba untuk mengarahkan dan mendisiplinkan dirinya sendiri. Ia ingin bebas
dari perlakuan orang tuanya yang terkadang terlalu berlebihan dan terkesan
sering mencampuri urusan mereka yang menurut mereka bisa diatasi sendiri.
Walaupun satu waktu mereka masih menginginkan bantuan orang tua.
5.
Kebutuhan untuk berprestasi. Kebutuhan
untuk berprestasi erat kaitannya dengan kebutuhan mendapat status dan mandiri.
Artinya, dengan terpenuhinya kebutuhan untuk memiliki status atau penghargaan
dan kebutuhan untuk hidup mandiri dapat membuat peserta didik giat untuk
mengejar prestasi.
6.
Kebutuhan ingin disayangi dan
dicintai. Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan yang esensial,
karena dengan terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi sikap mental peserta
didik.
7.
Kebutuhan untuk curhat. Kebutuhan
untuk curhat terutama remaja dimaksudkan suatu kebutuhan untuk dipahami ide-ide
dan permasalahan yang dihadapinya.
8.
Kebutuhan untuk memiliki filsafat
hidup. Peserta didik pada usia remaja mulai tertarik untuk mengetahui tentang
kebenaran dan nilai-nilai ideal. Mereka mempunyai keinginan untuk mengenal apa
tujuan hidup dan bagaimana kebahagiaan itu diperoleh. Karena itu mereka
membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang jelas sebagai suatu filsafat hidup yang
memuaskan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan ini.
E. Intelegensi
Peserta Didik
Intelegensi
(kecerdasan) dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut
al-dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan
sesuatu. Pada awalnya kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal
dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan
aspek-aspek kognitif. Namun pada perkembangan berikutnya, disadari bahwa
kehidupan manusia bukan semata-mata memenuhi struktur akal, melainkan terdapat
struktur kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk menumbuhkan
aspek-aspek efektif. Maka dari itu, kecerdasan peserta didik adalah mencakup
hal-hal berikut:
1.
Kecerdasan intelektual
Adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati,
jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan
yang lain.
2.
Kecerdasan emosional
Menurut Daniel Golemen, kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustrasi,
mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur
suasana hati, menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir,
berempati dan berdo’a.
3.
Kecerdasan spiritual
Dalam konteks pendidikan Islam
kecerdasan spiritual adalah pemahaman tentang kedirian manusia itu sendiri yang
muaranya menjadi ma’rifat kepada Allah SWT.
4. Kecerdasan qalbiyah
Menurut Abdul Mujib kecerdasan qalbiyah adalah sejumlah
kemampuan diri secara cepat dan sempurna, untuk mengenal kalbu dan
aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis kalbu secara
benar, memotivasi kalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang lain dan
hubungan ubudiyah dengan Tuhan.
F. Potensi Peserta Didik
Sesuai
dengan kesuciannya dalam struktur manusia, Allah telah memberi seperangkat
kemampuan dasar yang memilih kecenderungan berkembang. Dalam perspektif Islam
kemampuan itu disebut dengan fitrah yang dalam pengertian etimologis,
mengandung makna kejadian atau suci. Secara kronologis kata فطرت berasal dari
kata kerja فطر yang berarti menjadikan. Allah berfirman dalam Qur’an surat
Ar-Rum ayat 30 ;
Artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah. Tetapkanlah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah, itulah agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum : 30)
Berdasarkan
firman Allah tersebut, dapat kita ketahui bahwa makna fitrah adalah suatu
kemampuan dasar manusia yang berkembang secara dinamis, dianugerahkan kepada
Allah kepadanya dan mengandung komponen-komponen tersebut bersifat dinamis dan
responsif terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.
Komponen-komponen tersebut menurut H. M. Arifin sebagaimana dikutip oleh Beni
Ahmad adalah sebagai berikut:
1.
Bakat, yakni suatu kemampuan
pembawaan yang potensial dan mengacu pada kemampuan akademis, profesional,
dalam berbagai bidang kehidupan. bakat ini berpangkal pada kemampuan kognisi,
konasi, dan emosi.
2.
Instink atau gharizah, suatu kemampuan berbuat atau beraktivitas tanpa melalui
proses belajar.
3.
Driver atau dorongan nafsu, dalam
tasawuf dikenal adanya jenis nafsu, seperti lawwamah,
mutma’innah.
4.
Karakter atau watak, karakter ini
berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang.
5.
Intuisi, merupakan kemampuan
psikologis menusia untuk menerima ilham Tuhan.
Sedangkan potensi manusia menurut
Munawar Khalil yang dikutip oleh Muhammad Muntahibun Nafis disebutkan bahwa
potensi tersebut sebagai hidayah yang bersifat umum dan khusus, yaitu:
a.
Hidayah wujdaniyah, yaitu potensi manusia yang berujud insting atau naluri
yang melekat dan langsung berfungsi pada saat manusia dilahirkan dimuka bumi
ini.
b.
Hidayah hissyah, yaitu potensi Allah yang diberikan kepada manusia dalam
bentuk kemampuan indrawi sebagai penyempurna hidayah pertama.
c.
Hidayah aqliyah, yaitu potensi akal
sebagai penyempurna dari kedua hidayah di atas. Dengan potensi ini manusia
mampu berfikir dan berkreasi menemukan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari
failitas yang diberikan kepadanya untuk fungsi kekhalifahannya.
d.
Hidayah diniyah, yaitu petunjuk agama yang diberikan kepada manusia yang
berupa keterangan tentang hal-hal yang menyangkut keyakinan dan aturan
perbuatan yang tertulis dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah.
e.
Hidayah taufiqiyah, yaitu hidayah sifatnya khusus. Quraish Shihab
berpendapat bahwa untuk mensukseskan tugas-tugasnya selaku khalifah Tuhan di
muka bumi, Allah memperlengkapi makhluk ini dengan potensi-potensi tertentu,
antara lain:
1)
Kemampuan untuk mengetahui
sifat-sifat, fungsi, dan kegunaan segala macam benda.(Al-Baqarah: 231)
2)
Ditundukkan bumi, langit dan segala
isinya oleh Allah kepada manusia. (Al-Khasiah: 12-13)
3)
Potensi akal pikiran serta panca
indra. (Al- Mulk: 23)
4)
Kekuatan positif untuk merubah
kehidupan manusia. (13:11)
Dalam Hasan Langgulung bahwa pada prinsipnya potensi manusia menurut
pandangan Islam tersimpul pada sifat- sifat Allah (asmaul husna) yang berjumlah
99.
Selain
potensi yang bersifat positif di atas manusia dilengkapi pula dengan potensi
yang bersifat negatif yang merupakan kelemahan manusia. Pertama yaitu potensi
untuk terjerumus dalam godaan hawa nafsu dan syetan, kedua yaitu potensi banyak
masalah yang tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia. Karena adanya potensi
yang positif dan negatif serta keterbatasan manusia, sebagai penyempurnaan
nikmat Tuhan kepada makhluknya, dianugerahkanlah kepadanya oleh Tuhan yang
mengetahui hakikat manusia petunjuk-petunjuk yang disesuaikan dengan hakikat
itu, serta disesuaikan pula fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, yaitu
potensi untuk senantiasa condong pada fitrah yang hanif.