Pembentukan bangsa sangat berkaitan dengan identitas
yang ada dalam masyarakat. Demikian halnya dengan pembentukan bangsa Indonesia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
identitas nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh, bhineka
tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan (Ramlan S,
1992).
a. Primordial
Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan
suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor
primordial yang dapat membentuk negara-bangsa. Primordialisme tidak hanya
menimbulkan pola perilaku yang sama, tetapi juga melahirkan persepsi yang sama
tentang masyarakatnegara yang dicita-citakan. Walaupun ikatan kekerabatan dan
kesamaan budaya itu tidak menjamin terbentuknya suatu bangsa (karena mungkin
ada faktor yang lain yang lebih menonjol), namun kemajemukan secara budaya
mempersulit pembentukan satu nasionalitas baru (negara bangsa) karena perbedaan
ini akan melahirkan konflik nilai.
b. Sakral
Kesamaan agama yang dianut oleh suatu masyarakat,
atau ikatan ideologi yang kuat dalam masyarakat, juga merupakan faktor yang
dapat membentuk negara-bangsa. Namun kadang terjadi kesamaan agama dam ideologi
suatu masyarakat juga menjadi faktor yang mempersulit proses pembentukan
negara-bangsa. Sebagai contoh dapat disebutkan kesamaan agama Islam di beberapa
negara Arab, kesamaan agama Katholik di negara-negara Amerika Latin, dan
sejumlah negara-negara komunis.
c. Tokoh
Kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani dan
dihormati secara luas oleh masyarakat dapat menjadi faktor yang menyatukan
suatu bangsa-negara. Pemimpin ini menjadi panutan sebab warga masyarakat
mengidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia dianggap sebagai
"penyambung lidah" masyarakat. Pengalaman menunjukkan, suatu
masyarakat yang sedang membebaskan diri dari belenggu penjajahan, biasanya
muncul pemimpin yang kharismatik untuk menggerakkan massa rakyat dalam mencapai
kemerdekaannya.
Kemudian pemimpin ini muncul sebagai simbol
persatuan bangsa, seperti tokoh dwitunggal Soekarno-Hatta di Indonesia, dan
Joseph Broz Tito di Yugoslavia. Meskipun demikian, adanya pemimpin yang
karismatis belum menjamin terbentuknya suatu negara-bangsa, sebab pengaruh
pemimpin bersifat sementara. Hal ini dikarenakan umur manusia (pemimpin)
terbatas, dan khususnya pemimpin kharismatik tidak dapat diwariskan. Selain itu
sifat permasalahan yang dihadapi masyarakat memerlukan tipe kepemimpinan yang
sesuai, sesuai dengan perkembangan masyarakat.
d. Sejarah
Persepsi yang sama tentang asal-usul (nenek moyang)
dan/atau tentang pengalaman masa lalu, seperti penderitaan yang sama akibat
dari penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan
sepenanggungan), tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar kelompok suku
bangsa. Solidaritas, tekad, dan tujuan yang sama itu dapat menjadi identitas
yang menyatukan mereka sebagai bangsa, sebab dengan membentuk konsep ke-kita-an
dalam masyarakat. Sejarah tentang asal-usul dan pengalaman masa lalu ini
biasanya dirumuskan dan disosialisasikan kepada seluruh anggota masyarakat
melalui media massa (film dokumenter, film cerita, dan dramatisasi melalui
televisi dan radio), misalnya "Angling Dharma", “Jaka Tingkir” dan
sebagainya.
e. Bhinneka Tunggal Ika
Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity)
merupakan salah satu faktor yang dapat membentuk bangsa-negara. Bersatu dalam
perbedaan artinya kesediaan warga masyarakat untuk bersama dalam suatu lembaga
yang disebut Negara, atau pemerintahan walaupun mereka memiliki suku bangsa,
adat-istiadat, ras atau agama yang berbeda. Setiap warga masyarakat akan
memiliki kesetiaan ganda sesuai dengan porsinya . Walaupun mereka tetap
memiliki keterikatan pada identitas kelompok, namun mereka menunjukkan
kesetiaan yang lebih besar pada kebersamaan yang berwujud dalam bentuk negara
bangsa di bawah suatu pemerintahan yang sah.
Mereka yang sepakat untuk hidup bersama sebagai
bangsa berdasarkan kerangka politik dan prosedur hukum yang berlaku bagi
anggota masyarakat. Agar tidak timbul keruwetan (konflik) antar berbagai
kelompok di kelak kemudian hari, maka perlu dibuat peraturan-peraturan yang
jelas tentang soal-soal apa yang menjadi kewenangan negara. Aturan-aturan itu
dirumuskan dalam kerangka politik dan hukum negara tersebut.
f. Perkembangan Ekonomi
Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan
melahirkan spesialisasi pekerjaan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Semakin tinggi mutu dan semakin bervarariasi kebutuhan masyarakat,
semakin tinggi pula tingkat saling bergantung di antara berbagai jenis
pekerjaan. Setiap orang bergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Semakin kuat suasana saling bergantung antar anggota masyarakat
karena perkembangan ekonomi, maka semakin besar pula solidaritas dan persatuan
dalam masyarakat.
g. Kelembagaan
Proses pembentukan bangsa berupa lembaga-lembaga
pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan bersenjata, dan partai
politik. Setidak-tidaknya terdapat dua sumbangan birokrasi pemerintahan
(pegawai negeri) bagi proses pembentukan bangsa, yakni mempertemukan berbagai
kepentingan dalam instansi pemerintah dengan berbagai kepentingan di kalangan
penduduk sehingga tersusun suatu kepentingan nasional, watak kerja, dan
pelayanannya yang bersifat impersonal; tidak saling membedakan untuk melayani
warga negara.
Angkatan bersenjata berideologi nasionalistis karena
fungsinya memelihara dan mempertahankan keutuhan wilayah dan persatuan bangsa,
personilnya direkrut dari berbagai etnis dan golongan dalam masyarakat.
Selain
soal ideologi, mutasi dan kehadirannya di seluruh wilayah negara merupakan
sumbangan angkatan bersenjata bagi pembinaan persatuan bangsa Keanggotaan
partai politik yang bersifat umum (terbuka bagi warga negara yang berlainan
etnis, agama, atau golongan), kehadiran cabang-cabangnya di wilayah negara, dan
peranannya dalam menampung dan memadukan berbagai kepentingan masyarakat
menjadi suatu alternatif kebijakan umum merupakan kontribusi partai politik
dalam proses pembentukan bangsa.