Inovasi dapat dibagi-bagi dalam macam-macam cara.
Seperti kita ketahui inovasi dapat berupa capital
saving (menghemat kapital) dan labor saving (menghemat tenaga kerja).
Inovasi dapat juga dilihat dari sudut permintaan dan
biaya-biaya seperti menekan biaya produksi (cost reducing) atau
meningkatkan permintaan (demand incresing). Klasifikasi yang terakhir
ini dapat berupa kedua-duanya yaitu penurunan biaya dan juga meningkatkan mutu
sehingga permintaan bertambah.
Schumpeter mengemukakan ada beberapa macam inovasi,
berupa turunnya biaya dan tambahnya permintaan. Inovasi yang berupa turunnya
biaya termasuk memperkenalkan metode baru, menggunakan sumber-sumber bahan
mentah baru dan pemakaian bentuk organisasi yang baik. Sedangkan yang berupa
peningkatan permintaan meliputi antara lain memperkenalkan barang-barang baru
dengan kualitas baik dan pembukaan pasar-pasar baru.
Inovasi yang dapat menekan biaya dalam transportasi
memungkinkan adanya kombinasi-kombinasi baru dari sumber-sumber produksi dan
terbukanya pasar-pasar baru.
Motif seseorang untuk melakukan inovasi banyak
sekali macamnya dan dipengaruhi oleh berbagai keadaan yang masing-masing
berbeda satu dengan yang lain. Dalam bidang teknik, untuk mengadakan inovasi
dipengaruhi oleh kesempatan-kesempatan yang ada dan tersedianya dana.
Lagi pula itu dipengaruhi oleh keadaan sosial,
politik, dan ekonomi di suatu negara. Kita golongkan motif-motif inovasi dalam
tiga macam yaitu: motif-motif di negara Barat (dalam sistem kapitalis),
motif-motif di Uni Sovyet dan motif-motif di negara yang sedang berkembang.
a. Motif-motif Inovasi di Negara Barat
Pada pokoknya adalah berupa dorongan untuk mencari
laba (profit motive). Keadaan sosial dan agama–protestan terutama
golongan Calvinis–berpendapat bahwa bekerja dengan baik untuk kemakmuran adalah
kewajiban agama. Di samping itu ada semangat berusaha yang didorong oleh
prinsipprinsip ingin mencapai dan empunyai sesuatu dengan melalui persaingan.
Profit motive saja tidaklah cukup untuk inovasi,
tetapi efektif atau tidaknya tergantung pada keadaan masyarakatnya, artinya
menguntungkan masyarakat, yang sudah tentu dirinya sndiri akan termasuk di
dalamnya. Motif lain untuk melakukan inovasi adalah karena timbulnya perusahaan-perusahaan
yang besar-besar, maka untuk mempertahankan organisasi perlu ada inovasi. Jadi
yang menjadi dorongan adalah mempertahankan organisasi tersebut, di samping
motif untuk dapat hidup berkembang di dalam persaingan.
Motif lain dalam melakukan inovasi adalah untuk
mempertahankan kedudukannya sebagai manajer atau untuk menjaga prestise.
Halangan yang terbesar dalam mengadakan inovasi “ketakutan akan tidak
berhasil”. Akhirnya ialah adanya tekanan dari masyarakat juga mendorong untuk
mengadakan inovasi. Misalnya kerapkali terjadi kecelakaan dalam kereta api,
maka orang-orang PT KAI akan berusaha untuk menemukan cara bekerja yang lebih
baik, sehingga kecelakaan dapat dihindarkan.
b. Motif-motif Inovasi di Negara Berkembang
Pada negara-negara sedang berkembang keadaan
masyarakatnya berbeda-beda baik sistem ekonomi maupun politiknya. Jadi dari
sini kita lihat bahwa motif-motif itu berbeda-beda, demikian pula mengenai
efektif tidaknya pelaksanaan inovasi itu adalah berbeda-beda pula, tergantung
keadaan sosial dan kebudayaan di masing-masing negara. Motif-motif inovasi di
negara yang sedang berkembang dalam pengembangan inovasi pada dasarnya sangat
tergantung kepada seberapa dekat hubungan negara tersebut dengan negara maju.
Hubungan inilah yang mempengaruhi motif masyarakatnya untuk melakukan inovasi.
Pada umumnya motif-motif yang ada dalam masyarakat
di berbagai negara tidak akan menghasilkan inovasi kecuali apabila orang-orang/golongan
orang tidak yakin bahwa keuntungan yang akan diperoleh lebih besar atau cukup
untuk menutupi kerugian. Misalnya di India petani-petani menolak menggunakan
bajak dari besi, karena besi itu seolah-olah merobek-robek secara kejam
terhadap tanah, sedangkan bajak yang dari kayu adalah lebih halus.
Demikian pula banyak negara sedang berkembang yang
menolak penggunaan traktor karena tidak cocok di negara tersebut, meskipun
telah didemontrasikan kalau dengan traktor itu lebih baik, lebih cepat dan
sebagainya. Di samping itu, juga karena mengingat akan sulitnya suku cadang (spare-parts)
dari traktor tersebut. Contoh lain ialah orang asing di Indonesia pernah juga
segan untuk mengadakan sesuatu, takut kalau nanti diambil alih oleh negara
misalnya (demonstrasi, nasionalisasi).