BAB II
PEMBAHASAN
A.
Problema Yang Dihadapi Guru
Dalam
era globalisasi, persaingan ketat diterapkan di dunia ini dalam berbagai
bidang. Termasuk diantaranya bidang pendidikan. Kemajuan-kemajuan dalam bidang
pendidikan diraih oleh siapa yang mampu melepaskan
ketertinggalan-ketertinggalan yang melilit dirinya dan mampu beradaptasi dengan
perkembangan jaman. Seiring sejalan dengan perputaran waktu dan juga
perkembangan teknologi dan informasi, guru dituntut untuk mampu mengejarnya,
karena ia berperan sangat besar dalam menopang sendi-sendi pendidikan.
Namun
masih banyak problema atau permasalahan yang dihadapi seorang guru ketika
dihadapkan pada suatu keadaan dimana strategi proses pembelajaran yang ia
terapkan pada murid, belum mampu menyentuh apalagi membuahkan hasil sesuai yang
diharapkan. Untuk itu perlu diteliti dan dicermati apa
permasalahan-permasalahan tersebut dan bagaimana solusinya.
Adapun
problema-problema tersebut di antaranya :
1.
Mengajar
dipandang sebagai suatu rutinitas dalam kehidupan yang sudah bersifat
mekanistik, tidak ada tantangan baik dari dalam maupun luar yang memerlukan
pikiran tambahan [1], sehingga kemungkinan yang terjadi akan menimbulkan iklim
yang membosankan dan menjemukan bagi murid. Dalam konteks ini tujuan akhir
pengajaran dan keterlibatan murid kurang diperhatikan, atau kelemahan dan
permasalahan selama ini murid diperlakukan sebagai obyek dalam proses belajar
mengajar sehingga terkesan murid cuma disuapi dengan satu macam makanan, yang berakibat
kurangnya pengetahuan-pengetahuan lainnya yang sangat diperlukan.
2.
Ketertutupan
seorang guru kepada murid tentang materi yang disampaikan karena khawatir
dengan pertanyaan-pertanyaan murid yang akan mengganggu wibawanya.
3.
Terjadi
penggandaan tugas guru dalam mengajarkan mata pelajaran sehingga konsentrasi
guru terbagi-bagi dan akhirnya guru kurang kompeten di bidangnya.
Adapun
solusinya adalah perlu melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a.
Menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk mempersiapkan secara tertulis materi
pengajaran, meng-update dan mengevaluasi setiap semester serta melihat kembali
materi tersebut saat menjelang mengajar.
b.
Harus
menunjukkan sikap kasih sayang pada murid, antuias mendengarkan dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan, menjauhi sikap emosional dan feodal seperti cepat marah
dan tersinggung karena pertanyaan murid disalah artikan sebagai mengurangi
wibawa.
c.
Hendaknya
memperlakukan murid sebagai subyek dan mitra belajar, bukan sebagai obyek.
d.
Hendaknya
bertindak sebagai fasilitator yang energik dan ikhlas. Lebih mengutamakan
bimbingan, menumbuhkan kreatifitas murid dan interaksi serta komunikasi dengan
murid.
e.
Hendaknya
bertindak sebagai suri tauladan bagi kehidupan sosial murid di dalam dan di
luar lingkup sekolah.
B. Pilar-Pilar Kesuksesan Dalam Mengajar
Kesuksesan
dalam proses pembelajaran pasti didambakan oleh setiap guru. Namun mencapainya
tidaklah mudah. Walaupun begitu, tidak diperbolehkan baginya untuk putus asa
dan berkecil hati. Untuk itu diperlukan bekal-bekal diantaranya adalah strategi
dalam mengajar.
Mengajar
memang menjadi sebuah rutinitas. Banyak hal-hal positif yang diperoleh dengan
mengajar. Dengan mengajar, maka ilmu yang diperoleh menjadi lebih sempurna,
karena ilmu yang dipelajarinya akan ditularkan kepada yang lainnya. Suatu
pengajaran disebut sukses apabila bisa mencetak kader-kader yang akan menjadi
generasi penerus.[2]
Seorang
tokoh Islam, Imam Hasan Al-Banna memberikan beberapa catatan tentang
pilar-pilar kesuksesan dalam mengajar.
Pertama,
kemauan yang kuat untuk menguasai materi yang akan diajarkan kepada murid. Hal
ini harus menjadi motivasi bagi para guru. Seorang guru harus mempunyai rasa
berat bila meninggalkan kewajibannya untuk mengajar. Selain itu dibutuhkan
kemauan yang kuat bagi guru untuk mengajar muridnya dengan ikhlas dan
menjaganya supaya tidak tergelincir kepada jalan kesesatan.
Kedua,
keteladanan. Mau tidak mau seorang guru akan dilihat muridnya dalam segala hal
dan akan dijadikan contoh. Karena itu, guru harus menjadi contoh yang baik. Ia tidak hanya bisa memberi
contoh, tapi bisa menjadi contoh. Menjadi contoh itu lebih sulit daripada
memberi contoh. Seharusnya seorang guru menjadi yang terdepan dalam
mengaplikasikan nilai-nilai yang diajarkan. Guru harus bisa menjadi teladan
segi kejiwaan, pemikiran, kemasyarakatan, pengorbanan dan dalam beramal bagi
semua orang terutama teladan bagi murid-muridnya.
Ketiga,
mempersiapkan rencana-rencana pengajaran. Persiapan adalah sangat penting dalam
menentukan kesuksesan suatu pekerjaan, terutama dalam mengajar. Guru harus
betul-betul menguasai materi yang akan disampaikan dan mempersiapkan diri dalam
segala aspek, terutama aspek psikologi, fisik, intelektual, maupun material.
Keempat,
solidaritas personil. Ini mengandung hubungan vertikal yaitu hubungan yang kuat
dan baik antara guru dengan murid sehingga lebih mudah menyampaikan ilmu dan
materi pelajaran. Selain itu juga mengandung hubungan horizontal yaitu menjaga
hubungan yang baik dan kuat antara sesama guru. Perlu dicermati bahwa setiap
personil guru harus mampu menjaga kesehatan hati masing-masing.
Kelima,
arahan dan kontrol. Hal ini sangat dibutuhkan bagi murid. Murid memerlukan
arahan-arahan yang membimbing dan menyejukkan hati. Dengan arahan tersebut,
mereka merasa menjadi lebih faham dan mengerti tentang bagaimana harus
mengamalkan ilmu yang mereka miliki. Sedangkan kontrol dari guru berperan
penting dalam meluruskan murid dan menjaga mereka dari hal negatif yang tidak
diinginkan.
Keenam,
metode pengajaran yang baik dan tepat. Keberhasilan mengajar sangat ditentukan
oleh metode pengajaran yang baik dan tepat. Ketepatan waktu, tema dan cara
pengajaran.
Ketujuh,
penyegaran aktifitas pengajaran. Penyegaran perlu dilakukan setelah lama
melaksanakan aktifitas pengajaran untuk mengusir rasa jemu, penat dan bosan.
Banyak alternatif yang dapat dilaksanakan sebagai penyegaran. Diantaranya
perkemahan, darmawisata dan olah raga bersama. Dan melaksanakan itu semua,
seorang guru harus memperhatikan berbagai problem yang dialami murid agar
kegiatan yang dirancang itu tepat sasaran. Hal ini dilakukan dalam rangka
dinamisasi suasana pendidikan agar terhindar dari kejemuan yang mengakibatkan
non aktifnya hati dan pikiran.
Kedelapan,
saling mendoakan. Kita hanyalah manusia yang lemah. Segala yang kita lakukan
adalah usaha, sedang hasilnya tetap diserahkan kepada Allah SWT. Seorang guru
yang tidak perlu mendoakan muridnya adalah omong kosong akan kesuksesannya.
C. Kriteria Guru Yang
Baik
Untuk
mencapai kriteria guru yang baik, tidaklah semudah membalik sebuah telapak
tangan. Harus diupayakan semaksimal mungkin. Secara umum, guru itu harus
memenuhi dua kategori, yaitu guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang
ilmu yang diajarkan, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik
dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi dan memiliki loyalitas
keguruan yaitu loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di dalam
kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.
Gilbert
H. Hunt dalam bukunya Effective Teaching menyatakan bahwa “guru yang baik itu
harus memenuhi tujuh kriteria” (Hunt, 1999:15-16) yaitu :
1.
Sifat.
Guru yang baik harus memiliki sifat-sifat antusias, stimulatif, mendorong siswa
untuk maju, hangat, berorientasi pada tugas dan bekerja keras, toleran, sopan,
bijaksana dan bisa dipercaya, fleksibel dan mudah menyesuaikan diri,
demokratis, penuh harapan bagi murid, tidak semata-mata mencari reputasi
pribadi, mampu mengatasi stereotipe murid, bertanggung jawab terhadap kegiatan
belajar murid, mampu menyampaikan perasaannya dan memiliki pendengaran yang
baik.
2.
Pengetahuan. Guru yang baik memiliki pengetahuan yang
memadai dalam mata pelajaran yang diampunya dan terus mengikuti kemajuan dalam
bidang ilmunya itu.
3.
Apa
yang disampaikan. Guru yang baik juga memberi jaminan bahwa materi yang
disampaikannya mencakup semua unit bahasan yang diharapkan siswa secara
maksimal.
4.
Bagaimana
mengajar. Guru yang baik menjelaskan berbagai informasi secara jelas dan
terang, memberi layanan yang variatif, menciptakan dan memelihara momentum,
mendorong siswa untuk berpartisipasi, memonitor dan bahkan sering mendatangi
siswa, menghindari kesukaran yang kompleks dengan menyederhanakan sajian
informasi, melibatkan murid dalam tutorial atau pengajaran sebaya.
5.
Harapan.
Guru yang baik mampu memberi harapan pada murid-murid nya, membuat murid
akuntabel dan mendorong pertisipasi orang tua dalam memajukan kemampuan
akademik muridnya.
6.
Reaksi
guru terhadap murid. Guru yang baik biasa menerima berbagai masukan, resiko dan
tantangan, selalu memberikan dukungan pada muridnya, bijaksana terhadap kritik
murid, menyesuaikan dengan kemajuan-kemajuan murid.
7.
Managemen.
Guru yang baik juga harus mampu menunjukkan keahlian dalam perencanaan,
mengorganisasi kelas, mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara
efisien dan konsisten.
Sementara
itu dengan mengadaptasi teori Peter G. Beidler dalam buku Inspiring Teaching
yang diedit oleh John K. Roth, terdapat 10 kriteria guru yang baik (Beidler,
1999:3-10) yaitu :
a.
Seorang
guru yang baik harus benar-benar berkeinginan untuk menjadi guru yang baik,
harus mencoba dan terus mencoba.
b.
Seorang
guru yang baik berani mengambil resiko. Mereka berani menyusun tujuan yang
sangat muluk, lalu mereka berjuang untuk mencapainya.
c.
Seorang
guru yang baik memiliki sikap positif. Tidak boleh sinis dengan pekerjaannya.
Mereka harus bangga dengan profesinya sebagai guru.
d.
Seorang
guru yang baik selalu tidak punya waktu yang cukup. Selalu mempersiapkan kelas
dengan sempurna. Guru yang baik hampir tidak punya waktu untuk bersantai. Waktunya
habis untuk memberikan pelayanan terbaik bagi murid-muridnya.
e.
Guru
yang baik berpikir bahwa mengajar adalah sebuah tugas menjadi orang tua murid
yaitu bahwa guru punya tanggung jawab terhadap murid sama dengan tanggung jawab
orang tua terhadap putra-putranya sendiri dalam batas-batas kompetensi keguruan
yakni guru punya otoritas untuk mengarahkan muridnya sesuai basis kemampuannya.
f.
Guru
yang baik harus selalu mencoba membuat muridnya percaya diri, karena tidak
semua murid memiliki rasa percaya diri yang seimbang dengan profesinya.
g.
Guru
yang baik juga selalu membuat posisi tidak seimbang antara murid dengan
dirinya, yakni dia selalu menciptakan jarak antara kemampuannya dengan
kemampuan muridnya, sehingga mereka senantiasa sadar bahwa perjalanan menggapai
kompetensinya masih panjang dan membuat mereka terus berusaha untuk menutupi
berbagai kelemahannya dengan melakukan berbagai kegiatan dan menambah
pengalaman keilmuan.
h.
Seorang
guru yang baik selalu mencoba memotivasi murid-muridnya untuk hidup mandiri,
lebih independen.
i.
Seorang
guru yang baik tidak percaya penuh dengan terhadap evaluasi yang diberikan
muridnya, karena evaluasi mereka terhadap gurunya tidak bisa obyektif. Walaupun
pernyataan-pernyataan mereka itu penting sebagai informasi. Namun tidak sepenuhnya
harus dijadikan patokan untuk mengukur kinerja keguruan.
j.
Seorang
guru yang baik senantiasa aspiratif mendengarkan dengan bijak
permintaan-permintaan murid-muridnya, kritik, serta berbagai saran yang mereka
sampaikan.
Dari
uraian panjang lebar di atas, Dr. Dede Rosyada M.A menyimpulkan bahwa untuk menjadi guru yang baik harus mempunyai
sifat-sifat yang diperlukan untuk profesi keguruan yaitu : antusias,
stimulatif, mendorong murid untuk maju, banyak berorientasi pada tugas dan
pekerja keras, toleran, sopan, dan bijaksana, bisa dipercaya, fleksibel dan
mudah menyesuaikan diri, demokratis, penuh harapan bagi siswa, bertanggung
jawab terhadap kegiatan belajar murid, mampu menyampaikan perasaannya dan
memiliki pendengaran yang baik juga memiliki kemampuan memadai dalam bidang
ilmu yang akan diajarkannya.
Menguasai
ilmu-ilmu bagaimana memintarkan pembelajaran murid, terus mengembangkan
pengalaman dan ketrampilan strategi pembelajaran sh mampu memberikan layanan
pada murid secara optimal. Dan juga guru harus mampu membuat persiapan mengajar
dengan baik, mampu mengevaluasi untuk mengukur tingkat keberhasilan
murid-muridnya.