Proses pembentukan bangsa dan negara Indonesia bukan
karena didasarkan faktor sosial politik saja, tetapi juga didasarkan pada aspek
psikologis rakyat Indonesia, yaitu adanya perasaan yang sama, nasib yang sama
serta cita-cita yang sama dalam upaya mewujudkan kemerdekaan dan meningkatkan
kesejahteraan hidup bersama. Kolonialisme dan imperialisme negara-negara barat
ke Indonesia sejak abad ke-16, yang dipelopori oleh Portugis dengan cara
monopoli perdagangan rempah-rempah dan penguasaan wilayah Malaka oleh Portugis
tahun 1511, dan dilanjutkan dengan menguasai Maluku.
Kedatangan Portugis yang membawa keberhasilan itu
diikuti bangsa-bangsa lain diantaranya Belanda. Kedatangan bangsa barat ke
wilayah Indonesia, tidak terlepas dari pengaruh berkembangnya imperialisme di
Eropa yaitu untuk mendapatkan “gold, gospeld dan glory” yang menjadi
ciri khas dari praktek imperialisme kuno, dimana penguasaan wilayah lain
sebagai tujuan untuk mendapatkan kekayaan dalam bentuk emas, mendapatkan
kejayaan karena memperluas wilayah kekuasaan dengan cara menguasai daerah lain,
serta penyebaran agama nasrani sebagaimana permintaan gereja.
Dalam upaya menguasai jalur perdagangan
rempah-rempah di nusantara serta agar terjadi persaingan yang sehat diantara
pedagang Belanda, pemerintah Belanda mendirikan badan perniagaan “kongsi
dagang” yang bernama Vereenigne Oost Indische Compagnie (VOC) pada 1602.
Perusahaan dagang ini diberikan hak-hak istimewa oleh Pemerintah Belanda.
Hak-hak yang diberikan kepada VOC itu disebut hak octrooi, yang isinya
memberikan hak kepada VOC dalam hal:
1) memperoleh hak
monopoli perdagangan;
2) memperoleh hak untuk
mencetak dan mengeluarkan uang sendiri;
3) dianggap sebagai
wakil pemerintah Belanda di Asia;
4) berhak mengadakan
perjanjian;
5) berhak memaklumkan
perang dengan negara lain;
6) berhak menjalankan
kekuasaan kehakiman;
7) berhak mengadakan
pemungutan pajak;
8) berhak memiliki
angkatan perang sendiri; dan
9) berhak mengadakan
pemerintahan sendiri.
Praktek VOC dalam melakukan monopoli perdagangan
serta memaksakan kekuasaannya terhadap kerajaan-kerajaan di nusantara sangat
menyakitkan. Cara-cara kekerasan, peperangan, adu domba, penindasan, dan
tindakan kasar lainnya telah menyebabkan penderitaan yang tidak terkirakan bagi
bangsa Indonesia. Pada 1799, organisasi yang sudah banyak memberikan keuntungan
besar bagi negeri Belanda serta menimbulkan banyak korban di pihak bangsa
Indonesia ini akhirnya dibubarkan.
Bubarnya VOC tidak berarti bebasnya Hindia Belanda
dari kekuasan negara-negara Eropa dan menjadi daerah merdeka. Hal ini karena
wilayah-wilayah Hindia Belanda yang semula dibawa kekuasaan VOC, diserahkan
kepada pemerintah Belanda secara langsung. Hal ini dibuktikan dengan
diangkatnya seorang gubernur jenderal untuk menjadi pemimpin atau penguasa,
wakil dari pemerintah Belanda di Hindia Belanda.
GubernurJenderal yang menjabat di Hindia Belanda
antara 1801-1808, dalam menjalankan kekuasaannya tidak jauh berbeda dengan
praktek yang dilakukan oleh VOC sebelum dibubarkan. Sejak 1811 wilayah Hindia
Belanda menjadi daerah jajahan Inggris, Belanda akhirnya menyerahkan Jawa
kepada Inggris melalui perjanjian yang biasa dikenal dengan istilah
Rekapitulasi Tuntang. Pada tahun 1816, Inggris harus meninggalkan kekuasaannya
di Hindia Belanda, sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Konvensi London
(1814).
Hindia Belanda kembali diserahkan kepada Belanda.
Pola penjajahan Belanda pada tahap ini hingga berakhirnya kekuasaannya di
Indonesia tahun 1942, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan
pada masa VOC, yaitu: monopoli, penyerapan, penyiksaan, perampasan, adu domba,
cenderung kejam, sewenang-wenang, dan tanpa kompromi tetap mewarnai perjalanan
pemerintahan penjajah Belanda di Hindia Belanda, siapapun yang menjadi gubernur
jenderal.
Kedatangan bangsa barat (Portugis, Inggris, dan
Belanda) yang diikuti dengan penguasaan wilayah Indonesia oleh bangsa-bangsa
tersebut termasuk pada bangsa Inggris dan Perancis dalam periode tertentu
ternyata menimbulkan reaksi dari bangsa Indonesia. Reaksi umum yang ditampilkan
bangsa Indonesia atas kedatangan bangsa barat adalah kerjasama dan perlawanan.
Reaksi melawan atau kerjasama yang dilakukan oleh
bangsa Indonesia terhadap kaum imperialis barat dilatarbelakangi oleh adanya
perebutan kepentingan, terutama ekonomi dan kekuasaan. Rakyat Indonesia yang
kerjasama dengan kaum imperialis memanfaatkan mereka untuk membantu merebut
kekuasaan ekonomi dan tahta dari rakyat Indonesia. Kondisi inilah yang turut
menjadi faktor pendukung praktek adu domba oleh kaum imperialis.
Reaksi dalam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh
bangsa Indonesia terhadap bangsa barat disebabkan bangsa-bangsa tersebut
berusaha memaksakan kehendaknya dengan cara ingin memperluas kekuasaannya di
wilayah Indonesia sambil merampas hak-hak tradisional kerajaan-kerajaan
(Islam), merampas hak dan kehidupan rakyat hindia belanda, serta menyebarkan
agama secara paksaan.
Perlawanan bangsa Indonesia terhadap kekuasaan Barat
ditandai dengan perang atau perlawanan langsung terhadap kekuasaan bangsa
Barat. Perlawanan tersebut juga ditandai dengan persaingan di antara
kerajaan-kerajaan di Nusantara dalam rangka memperebutkan hegemoni kekuasaan di
wilayah tersebut. Dalam persaingan tersebut sering kali kerajaan-kerajaan
Nusantara melibatkan kekuatan bangsa Barat atau meminta bantuan VOC/Belanda
untuk membantu mengalahkan pesaing-pesaingnya dalam memperebutkan kekuasaan.
Konsekuensinya VOC/Belanda mendapatkan daerah
kekuasaan karena upayanya membantu mengalahkan pesaingnya. Kondisi inilah yang
menyebabkan terjadinya kegagalan bangsa Indonesia dalam mengusir bangsa-bangsa
barat dari wilayah Indonesia. Praktek imperialisme dan kolonialisme bangsa
barat di wilayah Indonesia mempunyai dampak yang sangat besar bagi bangsa
Indonesia. Bukan hanya mengakibatkan terjadinya penderitaan dan kesengsaraan
fisik saja, tetapi juga psikhis, bahkan akibatnya terasa hingga saat ini.
Dampak tersebut diantaranya adalah komersialisasi
telah menggantikan sistem ekonomi tradisional. Nilai uang telah menggantikan
satuan ekonomi tradisional yang selama ini dijalankan oleh masyarakat pedesaan.
Adanya jaringan jalan raya serta jalan kereta api dan hubungan laut telah
membantu mempercepat pertumbuhan kota. Terjadilan urbanisasi atau perpindahan
penduduk dari desa ke kota. Pembangunan pendidikan telah mempercepat mobilitas
penduduk.
Masa pendudukan Jepang merupakan periode yang paling
menentukan dalam sejarah pergerakan di Indonesia, walaupun waktunya hanya
selama tiga setengah tahun. Imperialisme Jepang memberi sumbangan langsung pada
perkembangan pergerakan nasional Indonesia, terutama di Jawa dan di Sumatera.
Jepang mengindoktrinasi, melatih, dan mempersenjatai generasi muda serta
memberi kesempatan kepada para pemimpin yang lebih tua untuk menjalin hubungan
dengan rakyat.
Di seluruh Nusantara mereka mempolitisasikan bangsa
Indonesia sampai pada tingkat desa dengan sengaja dan menghadapkan Indonesia
pada rezim kolonial yang bersifat sangat menindas dan merusak dalam sejarahnya.
Penjajahan Jepang juga melahirkan penderitaan rakyat yang tiada taranya, tetapi
di masa penjajahan Jepang inilah nasionalisme Indonesia, sendi-sendi negara
Republik Indonesia terbentuk hingga diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 oleh
Soekarno-Hatta.
Nasionalisme adalah suatu gejala psikologis berupa
rasa persamaan dari sekelompok manusia yang menimbulkan kesadaran sebagai suatu
bangsa. Nasionalisme merupakan hasil dari pengaruh faktor politik, ekonomi,
sosial dan intelektual, yang terjadi dalam lingkungan kebudayaan melalui proses
sejarah (historis). Oleh karena itu terdapat perbedaan yang mendasar antara nasionalisme
yang terjadi di Eropa dengan yang terjadi di Asia.
Nasionalisme Eropa muncul disebabkan oleh faktor:
1) munculnya faham
rasionalisme dan romantisme;
2) munculnya faham
aufklarung dan kosmopolitanisme;
3) terjadinya revolusi
Perancis;
4) muncul sebagai reaksi
atas agresi yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte.
Sedangkan semangat kebangsaan atau nasionalisme yang
terjadi di negara-negara Asia muncul disebabkan oleh:
1) adanya kenangan akan
kejayaan masa lampau,
2) imperalisme;
3) pengaruh faham
revolusi Perancis;
4) adanya kemenangan
Jepang atas Rusia;
5) atlantic charter;
6) timbulnya golongan
pertengahan (terpelajar).
Pada dasarnya nasionalisme atau semangat kebangsaan
yang muncul di banyak negara memiliki tujuan untuk:
1) menjamin kemauan dan
kekuatan mempertahankan masyarakat nasional melawan musuh-musuh dari luar
negara, sehingga melahirkan semangat rela berkorban;
2) menghilangkan
ekstremisme (tuntutan yang berlebih-lebihan) dari warga negara (individu dan
kelompok).
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya
nasionalisme di suatu Negara bisa dari dalam dan bisa juga dari luar. Faktor
ekstern yang mempengaruhi timbulnya nasionalisme di Indonesia adalah:
1) pengaruh faham-faham
modern dari Eropa (liberalisme, humanisme, nasionalisme, komunisme);
2) pengaruh gerakan
Pan-Islamisme;
3) pengaruh pergerakan
bangsa terjajah di Asia; dan
4) pengaruh kemenangan
Jepang atas Rusia.
Sedangkan faktor internal yang mendorong munculnya
semangat kebangsaan atau nasionalisme adalah:
1) timbulnya kembali
golongan pertengahan, kaun terpelajar;
2) adanya penderitaan
dan kesengsaraan yang dialami oleh seluruh rakyat dalam berbagai bidang
kehidupan;
3) pengaruh golongan
peranakan; dan
4) adanya keinginan
untuk melepaskan diri dari imperialisme.
Pergerakan nasional adalah suatu bentuk perlawanan
bangsa Indonesia kepada kaum penjajah yang dilaksanakan tidak dengan
menggunakan kekuatan bersenjata, tetapi menggunakan organisasi yang bergerak di
bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik. Organisasi-organisasi ini pada
dasarnya didirikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mengalami
penderitaan akibat penjajahan, namun pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan
kemerdekaan.
Pergerakan nasional melawan penjajahan Belanda di
Indonesia diawali pada permulaan abad ke-20, dengan berdirinya Budi Utomo,
sarikat Islam dan berbagai macam organisasi lainnya. Faktor pendorong utama
munculnya semangat kebangsaan adalah munculnya kesadaran tentang pentingnya
semangat kebangsaan, semangat nasional, perasaan senasib sebagai bangsa
terjajah, serta keinginan untuk mendirikan negara berdaulat lepas dari
cengkeraman imperialisme di seluruh negara-negara jajahan di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Selain itu juga karena penjajahan mengakibatkan
terjadinya penderitaan rakyat ndonesia yang tidak terkira. Sistem penjajahan
Belanda yang eksploitatif terhadap sumber daya alam dan manusia Indonesia serta
sewenang-wenang terhadap warga pribumi telah menyadarkan penduduk Indonesia
tentang adanya sistem kolonialisme dan imperialisme Barat yang menerapkan
ketidaksamaan dan perlakuan yang membeda-bedakan (diskriminatif).
Identitas Nasional adalah ciri khas yang menandai
keberadaan suatu bangsa. Setiap bangsa yang menegara (nation state)
memiliki identitas nasionalnya sendiri-sendiri, berbeda dengan identitas
nasional bangsa lain. Identitas nasional bangsa Indonesia berasal dari sejarah
panjang pembentukan bangsa Indonesia dan kondisi sosio-kultural yang melingkupi
bangsa Indonesia. Wujud identitas nasional bangsa Indonesia berupa lambang atau
simbol kenegaraan yang sudah diterima dalam kehidupan negara Indonesia.
Identitas nasional itu berupa bahasa Indonesia, bendera negara, lagu
kebangsaan, lambang negara, dan Pancasila sebagai dasar negara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
identitas nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh,
bhineka tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan.
Pada saat ini, kesadaran nasional bangsa Indonesia mengalami perkembangan dalam
perwujudannya, bukan lagi diarahkan pada upaya perwujudan kemerdekaan terlepas
dari penjajahan, tetapi diwujudkan dalam kemerdekaan untuk mampu memenuhi
segala kebutuhan bangsa dan negara secara mandiri, tidak tergantung kepada
bangsa dan negara lain.
Ketidaktergantungan pada bangsa dan negara lain
dalam memenuhi kebutuhan hidup ini secara tidak langsung bermakna peningkatan
kesejahteraan bangsa. Kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat
bangsa menuntut adanya prestasi dari anak bangsa. Prestasi inilah perjuangan
atau pergerakan nasional yang harus dilakukan oleh generasi bangsa Indonesia
saat ini. Prestasi unggul anak bangsa seperti ini secara tidak langsung bisa
mengembangkan identitas nasional bangsa Indonesia.